Seperti yang banyak kita ketahui bahwa pramuka adalah sebuah organisasi yang juga merupakan ekstrakulikuler yang diwajibkan di sekolah mana pun. Hal ini menyebabkan banyak siswa yang mengeluh, terutama bagi siswa kelas 4 hingga 6 SD, 7 SMP, dan juga 10 SMA. Padahal kegiatan ekstrakulikuler pramuka terdapat pada peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 63 Tahun 2014 tentang Pendidikan Pramuka. Peraturan tersebut menyatakan bahwa pendidikan kepramukaan sebagai kegiatan ekstrakurikuler wajib di sekolah bagi seluruh siswa.
Namun mengapa hal ini masih memberatkan bagi sebagian siswa? Beberapa riset yang telah saya lakukan terhadap teman saya sendiri selama beberapaa hari. Hal ini dikarenakan metode pelatihan pramuka yang di ajarkan tidak sesuai dengan yang mereka harapkan dan ketahui pada umumnya. Apalagi pada saat itu adalah pasca covid-19 dan masih percobaan untuk implementasi kurikulum merdeka pada pramuka. Nyatanya hal itu tidaklah berdampak baik bagi pelaksanaan pramuka wajib. Banyak siswa yang mengeluhkan bahwa kegiatan pramuka sangat membosankan dan menjenuhkan. Apalagi kegiatan tersebut hanya ada di dalam kelas.
Kegiatan pramuka hanya membuat TTG terus menerus dan hal itu sangat menguras uang teman-teman saya. Pramuka yang mereka bayangkan adalah berkemah, jelajah hutan, kegiatan menantang lainnya. Namun, yang mereka dapat tidaklah sesuai dengan angan-angan mereka. Deangan begitu rasa malas dan juga tidak bersemangat mereka muncul, terutama saya sendiri yang pada saat itu masih belum tergabung dengan ambalan Brawijaya-Rajendradewi.
Kegiatan pramuka yang meyenangkan sebenarnya tidak selalu tentang berkemah dan jelajah, namun tentang bagaimana kita cinta terhadap kegiatan tersebut. Jika kita memiliki keinginan terhadap apa yang kita sukai maka semua akan terasa begitu menyenangkan.
